PEMIKIRAN FILSAFAT YUNANI
1. Thales (625-545 SM/624-546 SM)
Thales adalah orang pertama yang diketahui melakukan
proses berfikir dengan cara berfilsafat (atau setidaknya sejarah mencatat
seperti itu). ini berarti Kakek Thales ini (Karena dia sudah tua sekali jika
dilihat dari tahun lahir) adalah oran pertama yang menolak untuk tunduk pada
mitologi nenek moyang, sekaligus orang pertama yang berani menanyakan dari mana
asal muasal dunia ini hingga ada?
Thales menawarkan pola pikir yang mengatakan bahwa Air
adalah asal usul dari dunia ini. Pernyataanya ini berlanjut dengan mengatakan
bahwa bumi (dunia) ini sendiri terapung di atas air. Ini dapat diperolehnya
dengan menerapkan pertanyaan tentang dari mana alam ini berasal? dan Apa
yang menjadi penyebab penghabisan dari segala yang ada? Thales mengatakan
bahwa unsur terpenting untuk setiap kehidupan adalah air. Tentu saja, karena
semua mahluk hidup butuh air, bahkan tanah akan mengalami kekeringan jika tidak
ada air, dan kebanyakan mahluk hidup akan mati dalam situasi seperti itu.
Premis ini akan menjadikan air sebagai asal dari segala sesuatu karena tanpa
air segala sesuatu dapat dikatakan “akan mati”, dan itu (ketiadaan air)
pastinya akan menjadi penyebab penghabisan dari segala yang ada. Air dapat
berubah menjadi gas seprti uap dan benda padat seperti es, sederhanyanya, air
dapat menjadi apa saja.
2. Anaximander (610-547 S.M.)
Anaximander juga merupakan salah satu dari filsuf
alam. Anaximander memiliki pandangan yang berbeda dengan Thales yang mengatakan
Air adalah asal dari kehidupan. Pendapat Anaximander mengatakan bahwa
hanya ada satu asal dari semua yang ada, dan itu haruslah bersifat tidak
terbatas. Ini menjadi sebuah antitesis dari Anaximander untuk Thales. Karena
pertanyaannya adalah, Bagaimana air dapat berubah menjadi api?Maka
diambillah kesimpulan bahwa air memiliki batasan. Sedang asal muasal itu
haruslah memiliki ruang lingkup tidak terbatas, dan dapat bergerak. Selain itu,
materi asal ini haruslah tidak dapat dilihat atau dirasakan dengan indra,
tetapi hanya dapat dirasakan dan dicari dengan pikiran.
Oleh Anaximander materi asal itu diberi nama Apeiron.
Apeiron sendiri adalah zat yang memiliki sifat-sifat seperti Om sebutkan
sebelumnya, yaitu tidak terhingga, tidak terbatas, tidak dapat dicari wujudnya,
dan tidak mungkin sama dengan apapun. Segala yang terlihat sebagai sesuatu yang
nyata (dapat dirasakan oleh indra manusia) dianggap memiliki akhir, sehingga
masih dapat diukur dan memiliki batasannya. Karena itu, materi asal ini
mustahil akan muncul dari salah satu dari segalamacam hal yang memiliki akhir
dan keterbatasan itu.
3. Anaximenes (585 – 494 S.M.)
Lain lagi dengan Anaximenes, dia mengatakan bahwa Udara
adalah asal mula dari alam ini. Karena pertanyaannya, Bagaimana mungkin
sesuatu yang bahkan tidak ada (dan hanya dapat dicari dalam pikiran) dapat
menjadi asal mula segalanya?Maka bukankah itu udara? Karena menurut
Anaximenes, padamulanya segala sesuatu adalah udara, kemudian terjadi pemadatan
dan pengenceran terhadap udara ini. udara yang memadat berubah menjadi angina,
air, tanah dan batu. Sedang udara yang mengencer berubah menjadi api.
Sebagai kesimpulan ajarannya, Anaximenes mengatakan:
“Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari pada
udara, menyatakan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi satu.”
Pada titik inilah pemahaman tentang jiwa pertama kali
masuk dalam pemikiran filsafat. Walaupun Anaximenes sendiri tidak mengkaji
lebih lanjut pemikirannya tentang jiwa ini.
Ketiga filsuf inilah (Thales, Anaximander dan
Anaximenes) yang kemudian dikenal sebagai The Milesians, karena
ketiganya berasal dari daerah Miletus di Yunani. Selain itu, mereka juga adalah
orang-orang yang mazhab filsafat yang pertama yaitu filsafat alam. Dari mazhab
ini muncul beberapa pokok pemikiran atau garis besar cara berpikir yang
kedepannya menjadi acuan bagi tradisi keilmuan Barat, yaitu:
- keinginan untuk penjelasan yang sederhana atas sebuah masalah
- Penekanan pada pengamatan untuk mendukung teori keterikatan pada naturalisme (pandangan bahwa suatu fenomena alam haruslah dijelaskan dengan fenomena alam yang lain), dan
- Monisme (pandangan bahwa pada hakikatnya terdapat hanya satu unsur dasar bagi segala sesuatu).
4. Pythagoras (572 – 500 S.M.)
Sekarang kita berpindah dari daerah Miletus ke
Kepulauan Samos, masih di Yunani. Disini terdapat seorang filsuf yang juga
cukup terkenal yaitu Pythagoras. Om rasa kalian sudah kenal nama ini (apalagi
yang belajar matematika lanjutan tentunya). Pythagoras adalah seroang pemikir
yang menaljutkan pemikiran Milesia, namun agak berdeda, disini Pythagoras tidak
mencari hakikat asal muasal alam dari material tertentu. Tapi dia malah
mengatakan hal yang cukup menarik, yaitu segala sesuatu yang ada hakitkanya
adalah angka.
Dia beranggapan bahwa batasan suatu benda dari benda
lain adalah angka, karena itu segala sesuatu haruslan ditentukan dengan
bilangan, atau sederhananya, realita haruslah dapat diukur dengan angka dan
dalam perhitungan rumus matematis. Pengaruh dari pemikiran filsafat Pythagoras
ini begitu besar hingga mampu bertahan selama 400 tahun. Bahkan salah satu yang
terkena pengaruhnya adalah Plato, yang nantinya menjadi salah satu filsuf
aliran klasik yang memiliki nama besar.
5. Heraclitos (470 S.M.)
Heraclitos adalah seorang filsuf yang berpendapat
bahwa arche (unsur dasar dari alam semesta) adalah api. Ini sebagai
jawaban Heraclitos tentang hubungan antara yang ters berubah (sebagaimana yang
dirasakan indra) dengan yang tetap (sebagaimana yang dapat dipikirkan). Karena
itu, api dianggapnya sebagai lambing dari sesuatu yang terus berubah sekaligus
memiliki sifat tetap. Ini berhubungan dengan pendapatnya bahwa dunia harus
ditafsirkan berdasarkan prosesnya, bukan bendanya. Dan api sebagai unsur dasar
dari dunia, mampu menjadi medium untuk segala proses itu. Karena menurut
Heraclitos, di dalam apilah segala sesuatu dapat berubah. Dari pandangan ini
Heraclitos menarik kesimpulan bahwa realitas bukan terdiri dari sejumlah benda,
tetapi merupakan proses dari penciptaan dan pemusnahan yang terus menerus.
Untuk memahami itu, contohnya adalah seseorang yang melangkah di sungai yang
mengalir pasti tidak sedang melangkah di air yang sama. Karena itu, menurut
Heraclitor segala sesuatu yang ada mengalami perubahan, kecuali perubahan itu
sendiri.
Pemikiran lain dari Heraclitos adalah konsepsinya
tentang Logos. Logos adalah sebuah logika yang mengatur perubahan
menjadi sebuah fenomena yang tidak bersifat arbitrer melainkan rasional (masuk
akal). Logos ini sendiri tidak dapat diamati. Konsep logos ini sendiri nantinya
sangat berpengaruh bagi pandangan filsafat Plato.
6. Permanides (515-440 S.M.)
“Ada adalah ada. Tidak ada adalah tidak ada.” Kalimat itu adalah tesis yang dikemukakan oleh
Permanides, seorang filsuf yang berasal dari Elia. Permanides adalah orang
pertama yang memikirkan tentang hakikat realitas. Menurutnya ada hanyalah ada
selama dia nyata, dan dapat dipikirkan. Karena tidak mungkin kita memikirkan
sesuatu yang tidak ada. Tidak mungkin juga yang ada menghilang ke tempat yang
tidak ada. Karena itu, yang ada (nyata) itu haruslah bersifat satu, umum, tetap,
dan tidak dapat dibagi-bagi. Lebih jauh lagi, konsep yang ditawarkan Permanides
ini membawa kita pada kesimpulan bahwa tidak ada sesuatu yang bergerak. Karena
gerak akan mengakibatkan proses berpindahnya sesuatu yang ada menjusu tidak
ada. Bagi Permanides, perubahan berarti kemunculan dari sesuatu yang baru,
sedang sesuatu yang baru itu harusnya tidak ada sebelumnya; karena hal yang
tidak ada sebelumnya seharusnya tetap tidak ada karena tidak bisa dipikirkan,
karena itu perubahan tidak akan pernah ada. Ini merupakan kebenaran logika yang
dikemukakan oleh Permanides. Pemikiran inilah yang kedepannya menjadi bibit
dari rasionalisme.
7. Demokritos
(420 SM)
Demokritos berasal dari Abdera. Dia adalah orang yang
mengatakan bahwa dunia tersusun dari benda-benda yang disusun oleh sekelompok
atom. Pandangan filsafatnya ini sejalan dengan pendapat filsuf lainnya, yaitu
Leucippus. Menurut Leucippus, atom ialah partikel kecil materi yang dipisahkan
satu sama lain oleh kehampaan, atom-atom bergerak oleh keniscayaan. Karena itu,
sesuatu yang misterius dibalik yang tampak adalah sejumlah atom yang tak
terbatas. Atom-atom yang tidak dapat ditembus dan tidak dapat berubah
komposisinya. Atom hanya berada dalam bentuk dan susunan. Semua perubahan yang
dilihat indra disebabkan oleh pengelompokan atom-atom primer. Kesamaan
pandangan ini membuat mereka berdua (Demokritos dan Leucippun) dikatakan
sebagai seorang atomist.
Pandangan filsafat Demokritos ini berlandas pada
pemahaman bahwa dunia memang harus tersusun oleh sesuatu yang tetap, tak dapat
dibagi, dan abadi. Oleh Demokritos, sesuatu itu diberi nama Atom yang
artinya “tak dapat dibagi”. Atom dianggap sebagai materi dasar dari
segala yang ada. Atom digambarkan memiliki bentuk yang beraneka ragam, sebagian
bulat mulus, sebagian lagi tak beraturan dan memiliki gerigi. Kemudian
atom-atom itu saling mengait karena proses kebetulan semata, ini karena
Demokritos tidak mempercayai ada kekuatan dari dunia linear atau jiwa yang
berperan dan ikut campur dalam proses penciptaan. Setelah salaing mengait
itulah atom-atom membentuk wujud lain seperti manusia, pohon, meja, dan
lain-lain. Kemudian tentang jiwa, Demokritos mengatakan jiwa terdiri dari atom
yang paling bulat dan halus, sehingga tidak dapat mengait atom lainnya untuk
berubah bentuk. Realitas sendiri dipahami oleh jiwa dan pikiran karena
benda-benda di dunia realita melepaskan gambar (dalam bentuk atom) yang
bentuknya sama dengan bendanya.
Filsafat Klasik
Setelah membahas tentang alam atau aspek keduniaan,
pada periode filsafat klasik ini kajian filsafat sudah mulai melebar. Filsafat
tidak hanya terfokus pada darimana dunia berasal atau jiwa atau proses
perubahan terjadi. Di sini, filsafat mulai menyentuh ranah sosial. Ada beberapa
orang yang tercatat dalam periode klasik ini, antara lain:
1. Sokrates (470 – 400 S.M.)
Socrates adalah generasi pertama dari 3 pemikir besar filsafat Yunani, yaitu
Socrates, Plato dan Aristoteles. Sumbangan pemikiran filsafatnya adalah untuk
menyelidiki manusia secara menyeluruh, yaitu dengan tidak memisahkan antara
nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah. Karena dengan keterkaitan kedua hal
tersebut banyak nilai yang dapat dihasilkan. Metode yang diterapkan oleh
Socrates adalah metode dialektik, yaitu berdiskusi panjang untuk mencapai suatu
kebenaran. Hal ini juga yang membuatnya dibenci oleh kau sofis pada masa itu
karena dianggap melecehkan mereka, karena pada kenyataannya, kebenaran yang
dicari Socrates sangat sulit ditemukan karena tidak ada yang mampu sampai pada
pemikiran Yang mana yang benar. Pada akhirnya, pada tahun 399 S.M. saat
umurnya sekitar 70 tahun, Socrates dihukum mati dengan meminum racun atas
pengadilan yang dijatuhkan pada dirinya karena dianggap menyebarkan ajaran yang
merusak moral dan menentang kepercayaan Negara kepada para pemuda.
2. Plato (428 – 348 S.M.)
Plato sendiri lahir dengan nama asli Aristocles. Dia adalah
murid dari Socrates, dan beberapa filsuf lain yang juga mempengaruhinya adalah
Pythagoras, Heraclitos, dan Elia. Plato memulai pemikiran filsafatnya dengan
membahas mana yang benar, yang berubah-ubah (Heraclitos) atau yang tetap
(Permanides). Untuk itu, Plato membagi dunia menjadi dua, yaitu dunia
pengalaman (dunia nyata) yang bersifat tidak tetap, dan dunia ide (dunia
linear) yang bersifat tetap. Lebih jauh lagi, pendapat Plato mengatakan bahwa
yang benar adalah dunia ide, sedang dunia pengalaman hanyalan tiruan dari dunia
ide tersebut. Dalam ajarannya Plato menyatakan bahwa kenyataan hanyalan
proyeksi atau tiruan dari apa yang ada di dunia ide, karena itu, yang nyata
hanyalah ide itu sendiri. Salah satu hal menarik dari konsep dunia ide yang
dikemukakan oleh Plato ini adalah pernyataan bahwa segala sesuatu adalah
sempurna jika dia masih berada di dunia ide. Lalu, bagaimana dengan cinta?
Ada sebuah istilah tentang cinta yang juga terkait dengan dirinya, yaitu Cinta
Platonis. Mungkin akan menarik jika kalian membacanya.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya, Plato
mengemukakan pemikiran tentang Negara. Menurut Plato, di dalam sebuah Negara
yang ideal terdapat tiga gologan yaitu: (1) Gologan tertinggi, yang terdiri
dari penjaga dan para filsuf; (2) Golongan pembantu, yang terdiri dari prajurit
dan (3) Golongan rakyat biasa. Lebih lanjut Plato mengatakan bahwa seorang
negarawan bertugas untuk menciptakan keselarasan semua keahlian dalam Negara
(polis) sehingga tercipta sebuah keharmonisan. Apabila suatu Negara sudah
memiliki peraturan dasar untuk dirinya maka pemerintahan terbaik adalah monarki
(pemerintahan oleh satu orang, untuk kepentingan banyak orang), sedang jika
suatu Negara belum memiliki peraturan dasar untuk dirinya, maka bentuk
pemerintahan yang terbaik adalah Demokrasi (pemerintahan oleh banyak oran,
untuk kepentingan banyak orang).
3. Aristoteles (384 – 322 S.M.)
Aristoteles sendiri adalah murid dari Plato,
yang merupakan murid dari Socrates. Namun dalam pendapat, Aristoteles sering
berbeda pandangan dengan gurunya, Plato. Jika Plato mengatakan ide terdapat
pada sebuah dunia linear yang abadi dan sempurna, maka Aristotels mengatakan
hal lain. Menurut Aristoteles ide justru terletak pada kenyataan atau
benda-benda di dunia nyata itu sendiri. Karena setiap benda memiliki dua unsur,
yaitu hyle (materi) dan morfe (bentuk). Lebih jauh lagi dikatakan
bahwa ide tidak dapat dilepaskan dari materi, sedangkan presentari bahwa
sebuah materi adalah nyata haruslah dengan bentuk. Sederhananya, yang dikatakan
Aristoteles adalah tidak mungkin akan muncul ide tanpa ada bentuk materi di
dunia nyata. Karena bentuk memberikan kenyataan pada meteri sekaligus menjadi
tujuan (finalis) dari materi itu. Karya Aristoteles meliputi logika, etika,
politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, retorika, poetika, politik dan
ekonomi.